Beberapa pemain profesional esports kini secara terbuka menyuarakan kekhawatiran mereka terkait performa CPU Intel di turnamen resmi. Laporan yang muncul menunjukkan adanya crash sistem dan frame rate yang lebih rendah dibandingkan saat mereka menggunakan prosesor AMD. Hal ini memicu diskusi serius tentang integritas kompetitif dan dominasi merek Intel di ranah esports.
Isu ini pertama kali mencuat ke publik setelah Robin 'ropz' Kool, seorang pemain Counter-Strike 2 dari tim FaZe Clan, menanggapi unggahan seorang content creator di media sosial. Ropz menyebut bahwa CS2 "tidak optimal kecuali dijalankan di 9800X3D, dan tidak semua turnamen menyediakan prosesor itu." Pernyataan ini menyoroti perbedaan performa signifikan yang dirasakan langsung oleh para pemain.
Pro Player Beralih ke AMD
YouTuber teknologi dan gaming, Hardware Unboxed, kemudian mengangkat kembali isu ini, mengonfirmasi laporan dari para pemain profesional. Menurut mereka, banyak pro player menggunakan prosesor AMD X3D di PC pribadi mereka, tetapi terpaksa memakai Intel saat bertanding di turnamen. Beberapa pemain bahkan mengaku "terkejut" dengan performa Intel yang terasa lebih lambat.
Sebuah unggahan di media sosial menyatakan, "Pro player tidak peduli dengan merek hardware… kecuali mereka disponsori, tentu saja, tapi yang mereka inginkan hanyalah performa terbaik, karena itu meningkatkan peluang menang." Dalam gim seperti Counter-Strike 2 dan Fortnite, di mana setiap milidetik sangat berharga, frame rate yang konsisten adalah kunci utama. Oleh karena itu, para pemain profesional sering menurunkan pengaturan grafis ke level terendah agar CPU menjadi faktor penentu performa, menjadikan pemilihan prosesor sangat krusial, terutama bagi mereka yang menargetkan lebih dari 300 fps.
Tantangan untuk Dominasi Intel
Beberapa crash yang dilaporkan terkait dengan masalah voltase pada prosesor Intel generasi ke-13 dan ke-14. Meskipun masalah ini telah diperbaiki melalui pembaruan microcode pada tahun 2024, prosesor yang mengalami degradasi sebelum pembaruan mungkin masih menghadapi masalah stabilitas.
Intel telah lama menjadi pemain kunci di dunia esports, tidak hanya melalui sponsor tim dan acara, tetapi juga dengan menjalankan Intel Extreme Masters, turnamen esports global tertua yang telah ada sejak tahun 2006. Namun, kritik tajam dari para pemain profesional ini dapat mengancam dominasi merek Intel yang telah dibangun selama hampir dua dekade.
Pada tahun lalu, Intel dilaporkan mengalami kerugian sekitar $19 miliar (sekitar Rp297 triliun), menghadapi kekacauan kepemimpinan, pemutusan hubungan kerja, dan peluang yang terlewat di sektor AI. Kini, bahkan segmen yang dianggap sebagai kekuatan terbesar mereka—gaming dan esports—juga menghadapi tantangan besar yang harus segera ditangani.