Riot Games semakin sering melakukan penyesuaian besar pada champion yang baru dirilis di League of Legends (LoL). Alih-alih langsung sempurna sejak peluncuran, banyak champion modern mendapatkan perubahan besar tak lama setelah rilis awal. Ternyata, ada alasan strategis dan filosofis di balik pendekatan yang terkesan "terburu-buru" ini.
Risiko Kreativitas di Tengah Roster yang Luas
Nick “Endstep” Frijia, Seasonal Game Designer di tim Summoner’s Rift Riot Games, mengungkapkan bahwa pendekatan tim desain kini berbeda jauh dibanding masa lalu. Seiring dengan semakin besarnya jumlah roster, ruang desain untuk ide-ide konvensional semakin menipis.
Menurut Endstep, tim kini lebih memilih mengeluarkan ide yang unik dan berisiko tinggi daripada menciptakan champion yang terasa membosankan. Artinya, potensi ketidakseimbangan ( imbalance) diterima sebagai konsekuensi dari inovasi.
"Kami lebih memilih mengeluarkan ide yang berani, meski berisiko tidak seimbang, dibandingkan menciptakan champion yang terasa aman namun basi."
— Nick “Endstep” Frijia
Studi Kasus: Smolder dan Aurora
Filosofi "rilis dulu, perbaiki kemudian" ini terlihat jelas pada dua champion terbaru:
Smolder: Desain awalnya sangat bergantung pada mekanik stacking. Dalam permainan kompetitif, hal ini menciptakan pola bermain yang terlalu dominan. Riot akhirnya mengubah cara kekuatannya berkembang agar tidak hanya bergantung pada jumlah tumpukan semata.
Aurora: Awalnya dimaksudkan sebagai top laner, namun kit kemampuannya terbukti lebih efektif di level profesional dan kurang menyenangkan bagi lawan. Riot terpaksa melakukan penyesuaian ulang pada peran dan kemampuannya agar lebih seimbang di berbagai level permainan.
Iterasi Cepat sebagai Standar Baru
Keputusan Riot ini mencerminkan perubahan filosofi desain yang lebih luas. Jika dulu champion seperti Bard bisa bertahan lama tanpa perubahan besar, kini Riot lebih responsif dalam melakukan "iterate" (tuning ulang).
Selain itu, konteks kompetitif kini menjadi faktor utama. Banyak perubahan balance saat ini ditujukan tidak hanya untuk pemain solo queue biasa, tetapi untuk menyesuaikan meta di turnamen besar. Meski berisiko membuat pemain frustrasi di awal rilis, Riot memandang ini sebagai cara terbaik untuk menjaga game tetap segar dan menarik di tengah komunitas global yang kompetitif.