Inilah 3 Esports yang Ternyata Memanfaatkan Latihan Kebugaran untuk Menang

Aldodanoza
26/05/2025 03:12 WIB
Inilah 3 Esports yang Ternyata Memanfaatkan Latihan Kebugaran untuk Menang

Sebuah pernyataan kontroversial dari Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, yang mengklaim esports bukanlah cabang olahraga yang legit karena tidak melibatkan aktivitas fisik, memicu perdebatan di kalangan komunitas. Namun, faktanya, ada beberapa cabang esports yang justru menuntut kebugaran fisik dan keringat dari para atletnya untuk dapat bersaing di level profesional. Ini membuktikan bahwa esports tidak selalu identik dengan duduk manis dan hanya mengandalkan jari.

Salah satu contoh adalah Simulasi Racing. Game seperti Wangan Midnight Maximum Tune dan Gran Turismo memiliki sirkuit turnamen berskala internasional, seperti Gran Turismo World Series yang dikelola langsung oleh Polyphony Digital dan PlayStation.

Para pemain di sini tidak hanya dituntut memiliki refleks tinggi, tetapi juga kemampuan fisik untuk mengendalikan setir dan pedal secara presisi dalam jangka waktu panjang, bahkan beberapa di antaranya sempat diundang untuk menguji kemampuan di sirkuit balap sungguhan. Adrenalin yang terpicu tidak hanya di layar, tetapi juga tercermin dari keringat dan ketegangan saat berkompetisi di simulasi yang sangat realistis. Bahkan Indonesia pun sempat mendatangkan atlit Gran Turismo Andika Rama, untuk gelaran turnamen GAZOO Racing (GR) GT Cup Asia 2023.

Selanjutnya adalah VR Esports, yang mengandalkan kebugaran fisik dan penggunaan perangkat virtual reality. Kompetisi seperti VRMLCON 2025 di Eropa, dengan hadiah hingga 20 ribu USD, mempertandingkan game shooter seperti Orion Drift, Pavlov Shack, VAIL, Breachers, dan Onward.

Para atlet esports VR ini harus memiliki stamina dan kekuatan fisik untuk bergerak, menghindari serangan, dan membidik dalam lingkungan virtual. Meskipun tidak se-realistis paintball atau airsoft gun, VR Esports menawarkan varian game yang luas yang menuntut aktivitas fisik.

Terakhir, genre Rhythm Arcade secara gamblang membuktikan tuntutan fisik dalam esports. Game seperti DanceDanceRevolution dan Pump It Up tidak hanya mengandalkan kecepatan tangan, tetapi juga stamina kuat untuk menginjak not dengan kedua kaki mengikuti irama.

Meskipun beatmania dan SOUND VOLTEX lebih fokus pada tangan, game-game lainnya dalam genre ini membutuhkan daya tahan fisik yang signifikan untuk bermain di level tinggi, memecahkan rekor dan mendapatkan skor maksimal. Turnamen seperti Feel the Beat 2025 dan World Pump Festival (WPF) menjadi bukti kompetisi sengit di genre ini, di mana atlet Pump It Up dari Indonesia bahkan pernah meraih medali di kancah internasional, mengharumkan nama bangsa.